TUGAS KELOMPOK
AL ISLAM I
AL ISLAM I
Di
Susun Oleh Kelompok 1
Nama
|
NPM
|
Paraf
|
Widya Retna
Ningstiyas
|
14330020
|
1.
|
Eka Sariyati
|
14330004
|
2.
|
Muskholifah
|
14330010
|
3.
|
Huda Hinggo
Sapriki
|
14330026
|
4.
|
Oknisa Nur
Rosida
|
14330029
|
5.
|
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH METRO
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Assalmu’alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil
Alamin, puji syukur penyusun
panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, sehingga
dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Drs. H Rasyid Siddiq, M.pd. I
Selaku dosen mata pelajaran Al Islam I, serta kepada teman - teman yang telah
membantu yaitu dengan memberi semangat dan motivasi untuk menyelesaikan
tugas makalah ini.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, dengan demikian kami sangat menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penyusun mengharapakan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
(membangun).
Akhirnya melalui sebuah do’a dan harapan, semoga makalah
ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada
umumnya, Jazzakumullah khoiron katsir.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Metro, September 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakan masalah
Agama adalah sebuah koleksi
terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang
menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama
memiliki narasi, simbol, dan
sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau
menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang kosmos dan sifat manusia, orang
memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya
hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di
dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta,
āgama yang berarti "tradisi”.
Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin
religio dan berakar pada kata
kerja re-ligare yang berarti
"mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog
Max Müller,
akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio,
awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau
dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (
kemudian selanjutnya Cicero
menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ).[11][12]
Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir,
Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama
pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan
hanya disebut sebagai "hukum".
Banyak bahasa memiliki
kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka
mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak
memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma
kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga
berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari
konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta
tradisi praktis. Medieval Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara
"hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha",
tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.
Tidak ada setara yang
tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme
tidak membedakan secara jelas antara, identitas keagamaan nasional, ras, atau
etnis.[16]
Salah satu konsep pusat adalah "halakha"
, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu
praktek keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari agama dan sesebatas apakah ruang lingkupnya?
2. Seberapa
pentingkah agama bagi manusia?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pertian dan ruang lingkup
agama.
2.
Mengetahui pentingnya agama bagi
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agama Islam
Pengertian agama menurut bahasa
(etimologi) atau secara lughawi, menurut H.M Syafaat,
bahwa agama berarti “tidak kacau”. Kata agama itu berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu a = tidak, gama = kacau (tidak kacau). Pengertian agama secara istilah adalah sesuatu yang membawa
peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi, menguasai diri seseorang
dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran itu,
membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan menjadi utang.kewajiban
dan kepatuhan membawa faham pembalasan, menjalankan mendapat baik, mengingkarinya
memperoleh balasan buruk.
Pengertian Islam secara etimologi
adalah sebagai berikut : Islam itu berasal dari bahsa
Arab, dari bentuk masdar (isim masdar, dalam istilah ilmu sharaf) yaitu “penyerahan
diri (menyerahkan diri)”. Sedangkan
pengertian Islam secara istilah adalah sebagai berikut : Islam adalah
agama yang mengatur manusia agar menjadi selamat, sejahtera, aman, damai, dan
menyerahkan diri kepada Allah, patuh dan tunduk kepada-Nya serta mau beribadah
dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Secara
kongkrit pengertian agama Islam menurut istilah adalah sebagai berikut :
Agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang disiarkan
dengan dakwah ke seluruh penjuru dunia, memberikan petanda bahwa Islam
diperuntukkan bagi semua manusia yang berada di muka bumi. Kesempurnaan,
keuniversilan dan kecocokan ajaran Islam dalam kehidupan manusia baik kehidupan
masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang jelas memberikan
pandangan yang luas kepada manusia bahwa Islam mempunyai konsepsi yang matang,
terarah dan sesuai dengan perkembangan zaman yang sebagian besar ditandai
dengan akselerasi peradaban, rekayasa industri dan teknologi.aksioma yang dapat
diterima bahwa Islam pada prinsipnya adalah agama yang mengatur manusia di dunia
agar memenuhi perintah Tuhannya dan selalu mentaatinya, dan tunduk serta
tawakal untuk mencapai tingkatan takwa yang sesungguhnya.
Secara bahasa pengertian
islam bermakna berserah diri, tunduk, patuh dan ta'at.
Maksudnya mengenai kalimat tersebut yaitu kepatuhan dan ketundukan yang
ditunjukkan kepada Allah SWT. Definisi islam menurut Muhammad bin Abdul Wahab yaitu
Menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya tunduk kepada-Nya dengan
penuh ketaatan dan berlepas diri dari kesyirikan dan orang-orang musyrik.
Islam merupakan
agama yang Allah turunkan kepada semua Rasul-Nya dari sejak Rasul pertama
hingga yang terakhir, agar ia menjadi rahmat bagi seluruh makhluk alam
ini. Islam datang dalam bentuk konsep, aturan, undang-undang, prinsip
serta ideologi yang harus diberlakukan kepada setiap manusia agar manusia meraih
kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.
Secara Istilah pengertian islam lebih luas dari apa
yang didefinisikan oleh para ulama. Yang demikian itu karena adanya hadits
Rasullah SAW yang menjelaskan makna Islam, diantaranya adalah sebagai berikut
ini :
a.
Islam adalah engkau bersyahadat
bahwasanya tiada illah melainkan Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum dibulan
Ramadhan dan pergi Haji ke baitullah jika mampu. ( Potongan hadits Jibril yang
diriwayatkan oleh Muslim)
- Islam itu memiliki delapan
saham; Islam itu sendiri merupakan saham, shalat juga termasuk saham,
zakat adalah saham, shaum adalah saham, Haji termasuk saham, amar ma'ruf
termasuk saham, nahi munkar termasuk saham, berjihad termasuk saham, maka
celakalah orang yangn tidak memiliki saham itu. (HR. Al Bazzar)
B.
Ruang Lingkup Ajaran
Islam
Ruang
lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
a.
Aqidah
Aqidah
arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah
menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan
maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan
meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama
sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman
kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada
Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar
b.
Syari’ah
Syari’ah
arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam
seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut
ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam
seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat,
zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus
yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam
al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
1)
Selanjutnya
muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
·
Munakahat (perkawinan),
termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
·
Tijarah (hukum niaga) termasuk
di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
·
Hudud dan jinayat keduanya
merupakan hukum pidana islam.
·
Khilafat
(pemerintahan/politik islam)
·
Jihad (perang), termasuk juga
soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
·
Akhlak/etika
c. akhlak
Akhlak
adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau
tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam
yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan
akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”. Akhlak ini meliputi
akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada
keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim. Dalam Islam
selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat (Amin, 1975 : 3) Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari
orang yang melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya
sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk
perbuatan baik atau buruk. Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak
kecil ketika makan dan minum dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum,
pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa.
Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan
berpakaian berciri khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki
memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai
sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ahsab di atas.
C.
Pentingnya Agama
Bagi Manusia
Sekurang-kurangnnya
ada tiga alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga
alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Latar Belakang Fitrah
Manusia
Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali
ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri
manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa
akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya.
Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi
perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang
menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan
fitrahnya itu. Dalam konteks ini kita dapat melihat ayat al-qur’an surat
Ar-Ruum ayat 30 yang artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; tetaplaj atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan
fitrah itu”.
Adanya potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia
tersebut dapat pula dianalisis dari istilah insan yang digunakan
Al-qur’an untuk menunjukkan manusia. Musa Asy’ari menyatakan bahwa manusia (insan)
adalah manusia yang menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak
diketahuinya. Manusia (insan) secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan yang
sempurna bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Tuhan lainnya sudah dilengkapi
dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar
dari ciptaan-Nya. Lebih lanjut, pengertian manusia yang disebut insan, yang
dalam al-qur’an dipakai untuk menunjukkan lapangan kegiatan manusia yang amat
luas adalah terletak pada kemampuan menggunakan akalnya dan mewujudkan
pengetahuan konseptualnya dalam kehidupan konkret. Hal demikian berbeda dengan
kata basyar yang digunakan al-qur’an untuk menyebut manusia dalam
pengertian lahiriahnya yang membutuhkan makan, minum, pakaian, tempat tinggal,
hidup dan kemudian mati.
Informasi mengenai potensi beragama yang dimiliki manusia
itu dapat pula dijumpai dalam al-qur’an surat Al-A’raf ayat 172 yang artinya: “Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
Bukanlah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan).”
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa
manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama.
Hal demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang
mengatakan bawha setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi
beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi
beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui
bukti-bukti historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia
primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata
mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu
terbatas pada daya khayalnya. Misalnya saja, mereka mempertuhankan benda-benda
alam yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan serta memiliki kekuatan
yang selanjutnya mereka jadikan Tuhan, kemudian kepercayaan ini disebut dengan
dinamisme. Selanjutnya, kekuatan misterius tersebut mereka ganti istilahnya
dengan ruh atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik dan buruk
yang selanjutnya mereka beri nama agama animisme. Roh dan jiwa itu selanjutnya
mereka personifikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak dan selanjutnya
disebut agama politeisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki
potensi bertuhan. Namun karena potensi tersebut tidak diarahkan, maka mengambil
bentuk bermacam-macam yang keadaanya serba relatif. Dalam keadaan demikian
itulah para nabi diutus kepada mereka untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang
mereka cari itu adalah Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana juga
dinyatakan dalam agama yang disampaikan para nabi. Dengan demikian, sebutan
Allah bagi Tuhan bukanlah hasil khayalan manusia dan bukan pula hasil seminar,
penelitian, dan sebagainya. Sebutan atau nama Allah bagi Tuhan adalah
disampaikan oleh Tuhan sendiri.
Ketika kita mengkaji paham hulul dari Al-Hallaj
(858-922 M). Misalnya kita jumpai pendapatnya bahwa pada diri manusia terdapat
sifat dasar ke-Tuhanan yang disebut lahut, dan sifat dasar kemanusiaan
yang disebut nasut. Demikian pula pada diri Tuhan pun terdapat sifat lahut
dan nasut. Sifat lahut Tuhan mengacu pada dzat-Nya, sedangkan
sifat nasut Tuhan mengacu pada sifat-Nya. Sementara itu sifat nasut manusia
mengacu kepada unsur lahiriah dan fisik manusia, sedangkan sifat lahut
manusia mengacu kepada unsur batiniah dan Ilahiah. Jika manusia mampu meredam
sifat nasutnya maka yang tampak adalah sifat lahutnya. Dalam
keadaan demikian terjadilah pertemuan anatara nasut Tuhan dengan lahut
manusia, dan inilah yang dinamakan hulul.
2. Kelemahan
Dan Kekurangan Manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi
manusia memerlukan agama adala karena di samping manusia memiliki berbagai
kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh
kata an-nafs. Menurut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan al-qur’an, nafs
diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung
serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi
dalam manusia inilah yang oleh al-qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian
lebih besar. Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-Syams ayat 7-8 yang
artinya: “Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan
kepadanya kefasikan dan ketakwaan.”
Menurut Quraish Shihab bahwa kata
mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna
baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan
keburukan. Tetapi kata nafs dalam pandangan kaum sufi merupakan sesuatu
yang melahirkan sifat tercela dan periaku buruk. Pengertian kaum sufi tentang nafs
ini sama dengan yag terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa yang
antara lain menjelaskan bahwa nafs adalah dorongan hati yang kuat untuk
berbuat yang kurang baik. Selanjutnya, Quraish Shihab mengatakan, walaupun
al-qur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif, namun doperoleh
pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada
daya tarik negatifnya, hanya aja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya
tarik kebaikan. Untuk menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu
mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan di sinilah letaknya
kebutuhan manusia terhadap agama.
3. Tantangan
Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena
manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan
hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar dapat berupa
rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya
ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,
tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk
kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.
Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-anfal ayat 36 yang artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah.”
Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan
mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup
demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehinga upaya mengagamakan masyarakat
menjadi penting.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dibahas maka daat ditarik kesimpulan
sebgai berikut
1.
Secara garis besar pengertian agama berarti
“tidak kacau”. Kata agama itu berasal dari bahasa Sansekerta yaitu a = tidak,
gama = kacau (tidak kacau) yang membawa peraturan dan merupakan hukum yang
harus dipatuhi, menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada
Tuhan dengan menjalankan ajaran itu, membawa kewajiban-kewajiban yang kalau
tidak dijalankan menjadi utang.kewajiban dan kepatuhan membawa faham
pembalasan, menjalankan mendapat baik, mengingkarinya memperoleh balasan
buruk. Ruang lingkup agama secara umum
memiliki tiga bidang yang harus diperhatikan yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak.
2.
Sekurang-kurangnnya ada tiga
alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama yaitu :
1.
Latar Belakang Fitrah Manusia
2. Kelemahan
Dan Kekurangan Manusia
3. Tantangan
Manusia.
Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan
mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup
demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehinga upaya mengagamakan masyarakat
menjadi penting.
DAFTAR PUSTAKA
Imron. 2013. Ruang Lingkup Ajaran Islam.
(online). (http://blog.spot.com/diakses
pada 17 September 2014)
Jianto, Ari. 2012. Agama Islam. (online). (http://wordpress.com/diakses
pada 17 September 2014)
Syakir, Ahmad. 2014. Pentingnya Agama Untuk Umat.
(online).(http://blog.spot.com/diakses
pada 17 September).
Comments
Post a Comment