BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada
pengalaman agamanya para tasawuf. Bukti diatas sampai pada pendapat bahwa agama
merupakan tempat mencari makna hidup yang final. Kemudian pada urutannya agama
yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan
sosial dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, dimana
pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tingkatan sosial, dan individu
dengan masyarakat seharusnya tidak bersifat antagonis.
Membicarakan
peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu
hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari
cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan
grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara
semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi
dan fungsi lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud
kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti
mencakup perilaku sebagai pegangan individu dengan kepercayaan dan taat kepada
agamanya. Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti
adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, ritual, serta umat atau
kesatuan sosial yang terkait agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula
diwujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasi
manusianya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan ketentuan yang berlaku
umum, seperti banyaknya pendapat agama tentang kehidupan dunia seperti masalah
keluarga, bernegara, konsumsi, produksi, hari libur, prinsip waris, dan
sebagainya.
Kebutuhan
dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaam berbeda-beda. Karena itu
kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis
kebutuhan keagamaan.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
agama dan masyarakat ?
2.
Bagaimana
fungsi agama sebagai aspek penting nilai, kebudayaan,sosial kelembagaan agamadalam
masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian Agama dan Masyarakat
Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan
ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan
tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:
“Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Masyarakat
sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam
satu komunitas yang teratur.
Menurut
Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah
masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama.
Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka
berdasarkan kemaslahatan.
2.2 Ruang Lingkup Agama
Secara garis
besar ruang lingkup agama mencakup :
1.
Hubungan
manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan
tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada
tuhannya.
2.
Hubungan
manusia dengan manusia
Agama memiliki
konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar
tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan
manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.Hubungan
manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan
bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan
sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
2.3Fungsi Agama
Fungsi agama dalam
masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan,
system social, dan kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks
fenomena social terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia,
sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara
system, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu system, dan
sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan
fungsinya. Pertanyaan itu timbul sebab, sejak dulu sampai saat ini, agama itu
masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah,
bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan system social yang terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul satu dengan lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan
adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling. Dalam hal ini
kebudayaan menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan system
social berada dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang
dilarang.
Manusia yang berbudaya menganut berbagai nilai, gagasan, dan
orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks
terlembaga dalam lembaga situasi, di mana peranan dipaksakan oleh sanksi
positif dan negative, menolakan penampilannya, tetapi yang bertindak, berpikir
dan merasa adalah individu. Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab
social yang dominan dalam terbentuknya lapisan social, perasaan agama, dan
termasuk konflik social. Agama dipandang sebagai lembaga social yang menjawab
kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi.
Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak
berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama sejak dulu sampai saat
ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori
fungsionalis agama juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan
pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik dasar eksistensi manusia meliputi: pertama, manusia hidup
dalam kondisi ketidakpastian, hal penting bagi keamanan dan kesejahteraan
manusia berada di luar jangkaun. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan
dan mempengaruhi kondisi hidupnya terbatas, dan pada titik dasar tertentu
kondisi manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan
ditandai oleh ketidak berdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat,
dimana ada lokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Ini mencakup pembagian kerja dan produk.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi
manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan
kelangkaan dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar
terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama di bidang
social adalah fungsi penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama,
baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban social yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka
acuan yang bersifat sacral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi
sacral. Dalam setiap masyarakat sanksi sacral mempunyai kekuatan memaksa
istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi
dan ukhrowi.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat
dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu system nilai sebagai semacam
tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi
sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Masalah fungsionalisme agama
dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama, dimensi komitmen agama,
menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a.
Dimensi
keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religious akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran agama.
b.
Dimensi
pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap
religious akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
c.
Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan
pembentukan citra pribadinya.
d.
Dimensi
pengalaman memperhitungan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius
pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang lansung dan subjektif tentang
realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara
yang supernatural.
e.
Praktek agama
mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secara nyata.
2.3Pelembagaan Agama
Agama
begitu universal, permanen(langsung), dan mengatur dalam kehidupan. Sehingga
bila tidak memehami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu
dijawab dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsinya dan struktur agama.Dimensi ini
mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengatahuan keagamaan didalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran
“kerja” dalam pengertian teologis.
Dimensi
keyakinan, praktek, pengalaman dan pengetahuan dapat diterima sebagai dalil
atau dasar analitis, Namun hubungan-hubugnan antara keempatnya tidak dapat
diungkapkan tanpa data empiris. Kaitan agama dan masyarakat dapat mencerminkan
tiga tipe, meskipun tidak menggunakan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K.
Nottingham, 1995).
A. Masyarakat
yang terbelakang dan nilai-nilai sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup kedalam kelompok aktivitas yang
lain. Sifat-sifatnya :
1).
Agama memasukan pengaruhnya yang sakral kedalam sistem nilai masyarakat secara
mutlak.
2.)
Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama
jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat
secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai-nilai agama sering meningkatkan
konservatisme dan menghalangi perubahan.
B. Masyarakat
praindustri yang sedang berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan
teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap
masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih
dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu.
Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas
sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan
ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya
ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku,
tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang
melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental),
seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena
justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan
petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di
dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk
kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya.
Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama
menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena
yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja,
yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan
pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk
memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman
kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan
menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure
kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah
mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama,
apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang
penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga
keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan,
pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau
organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi
keagamaan.
Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya
berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti
Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah,
Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa
kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian
keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika
engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami
termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).
Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk
ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu
tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir
dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf
(singgah).
Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah
sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah
memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya
yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas
perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail
menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka
ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.
Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari
dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada
Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar
merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan
meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
Kurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga
ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla
SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan
tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda
Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim
dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang
peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s,
ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah :
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang
sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap
kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari
alam semesta)” (Q.S 3:97).
Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi
manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis
dari filsafat “pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan
“ummah”.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus,
bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan
yang terlembaga.
Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang
dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad
Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada
Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah,
Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan
dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan
berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil
sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi
pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya
“perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat
dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya.
Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil
bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan
2.
Secara garis
besar ruang lingkup agama mencakup:Hubungan manusia dengan tuhannya danHubungan manusia dengan manusia
3.
Fungsi agama
dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu
kebudayaan, system social, dan kepribadian
4.
Kaitan agama dan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggunakan sebenarnya secara utuh yakni
Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral dan Masyarakat praindustri
yang sedang berkembang
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Anton. 2013. Makalah Agama dan Masyarakat. http://gadogadoinf.blogspot.com. Diakses :
10 Juni 2015
Destiara, Cipta. 2013. Fungsi Agama dan Masyarakat Ilmu Sosial Dasar. http://ciptadestiara.wordpress.com. Diakses :
10 Juni 2015
Harwantiyoko
dan Neltje F. Katuuk. 1997. MKDU Ilmu Sosial Dasar.Jakarta: Pernerbit Gunadarma
Comments
Post a Comment