BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi
berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung
di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan
terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah
faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan
komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat
dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak
sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan
globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada
sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya
bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib
sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah
hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas
internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar
akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan
akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara
ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan
yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan
untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat
masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan
kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya
cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang
dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya
peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat
Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat
menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya
yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk
dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di
tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat
dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin
maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam
dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam
jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah –
sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah
bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan
ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial.
Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak
sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan
tidak diredam dari sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
Secara umum,
rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini
dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
1. Apa dampak dari globalisasi untuk
dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di
era globalisasi?
3. Cara penyesuan pendidikan di
Indonesia pada era globalisasi?
1.3 Tujuan
1. Bagi Penulis
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah pengantar
pendidikan. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa
digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam
lingkup universitas negeri malang maupun di civitas akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini
dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan
menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang dominan dari
kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih
luas, sehingga kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan
masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga dampak
negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi
kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan
Perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan
globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar
bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka
peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke
Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional
harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik,
dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam
mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan
berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari
dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a.
Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan
teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru
menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau
menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan
pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film,
suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah
bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya
dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin
tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan
contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975)
dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar
melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual
membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat,
mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
b. Perubahan Corak Pendidikan
Mulai
longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi
dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak,
membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa
perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri
yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses
Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi
seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjuauhan tempat tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu,
kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang,
kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan
pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan
secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan
KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa
dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang
memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya
mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya
melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga
mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
2. Dampak Negatif Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Komersialisasi Pendidikan
Era
globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah
dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan
sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan
dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan
menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah
semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam
karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka
memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John
Micklethwait, 2007:166).
b. Bahaya Dunia Maya
Dunia maya
selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian,
rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan
seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun,
termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan
melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang
siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki
yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya
pada proses belajar mengajar.
c. Ketergantungan
Mesin-mesin
penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan
pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak
bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
2.2 Keadaan Buruk Pendidikan Di
Indonesia
1. Paradigma Pendidikan Nasional
yang Sekular-Materialistik
Diakui atau
tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan
khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan
agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti
telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu
menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara
kelembagaan,
Sekularisasi
pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan
pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum
melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum
dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat
bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan
yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan
rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan
agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta
dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang
awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu
terjun ke sektor modern.
2. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat.
Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang
bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan
Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari
kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana
di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena
itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur
pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada
wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak
transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini
akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas
memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status
itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan
warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Privatisasi atau
semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari
tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap
pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong
hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator
LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005)
menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki
otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah
tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan
mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati
pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak
berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan
berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang
seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya
memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan
pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah
dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan
bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007)
menjelaskan bahwa "mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti
itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial.
Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan
bebas (free trade).
3. Kualitas SDM yang Rendah
Akibat
paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian
anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat
jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India,
sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang
rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat
menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih
dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang
dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar
Internasional.
2.3 Penyesuaian Pendidikan Indonesia
Di Era Globalisasi
Dari
beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi
globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam
arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa
transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam
globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia
pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua,
dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari
uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga,
alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam
pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari
pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga
memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita
lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan
nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena
mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar
kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini,
kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka
semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita
sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang
dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning
strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita
tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan
visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta
kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin
Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan
jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Penyebab
buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya
Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang, itu
yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan lancar. Yang dibutuhkan Indonesia
sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) ,
dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak
dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan
yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu.
3.1 Saran
Penulis memberikan saran yang
ditujukan untuk:
1.
Masyarakat agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal
pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan lancar.
2.
Pemerintah harus menggarkan danan yang cukup untuk keperluan pendidikan dan
menambah beasiswa bagi guru untuk training.
DAFTAR PUSTAKA
Asri B. 2008. Pembelajaran
Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan. (Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127).
diakses 18 Oktober 2011.
Munir. 2010. Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani.
Januar, I. 2006. Globalisasi Pendidikan Di
Indonesia. (Online),(www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151).diakses
18 Oktober 2011.
Comments
Post a Comment