untuk cover makalahnya anda bisa klik disini,. silahkan sisihkan ucapan terimakasih dikolom komentar, jika contoh mkalah ini membantu anda.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self
identity). Usaha pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan
perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal
menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis iden titas atau identity
confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan
menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi
emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat
berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa
tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku
agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari
ketidakstabilan emosinya
Remaja yang berkembang baik kepribadiannya, salah satu tugas perkembangan
yang harus dikuasainya adalah membina hubungn social dengan teman sebaya maupun
dengan orang dewasa selain dari guru dan orang tua. Remaja dapat berprestasi
maksimal dalam belajar jika ia diterima dan dikagumi dalam kelompok sebayanya
dan mampu memecahkan masalah social secara baik dengan orang dewasa terutama
orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Perlu disadari bahwa perkebangan social
remaja perlu dipahami oleh para guru maupun orang-orang yang bertugas mendidik
remaja, karena perkembangan sosisal sangat penting untuk mengembangkan
kepribadian dan prestasi belajar remaja.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan perkembangan sosial?
2. Apa
saja karakteristik perkembangan sosial remaja?
3. Bagaimana
tingkah laku social pada masa remaja?
4. Apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?
5. Bagaimana
pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku?
6. Mengapa
dan bagaimana perkembangan sosial seseorang dijadikan implikasi terhadap
penyelenggaraan pendidikan?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial.
2. Untuk
mengetahui karakteristik perkembangan sosial remaja
3. Untuk
mengetahui bagaimana tingkah laku sosial pada masa remaja?
4. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial.
5. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan
sosial terhadap tingkah laku seseorang.
6. Untuk
mengetahui alasan dan implikasi perkembangan sosial terhadap penyelenggaraan
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Perkembangan Sosial
Hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan
sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada
jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain
demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan
bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan
antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Syamsu Yusuf (2005) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada
awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki
kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh
dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.
Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu
mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya.
Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah
(tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa hubungan sosial (sosialisasi)
merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai
dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi
kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
2.2. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala
interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris)
kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Dalam penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma
pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam
keluarganya.
·
Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan
mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan
sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma
pergaulan sesamaremaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan
untuk memilih teman hidup.
·
Pada masa
remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami
orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik
menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun perasaannya.
·
Menurut “Erick Erison” Bahwa masa remaja terjadi masa
krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri
seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan
sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
·
Pada masa ini
juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kcenderungan untuk menyerah
atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang
lain (teman sebaya). Apabila
kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara
moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja
tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya
itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka
sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya
tersebut.
·
Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya
fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial
yang tertutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
·
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk
kelompok – kelompok, baik kelompok besar maupun klelompok kecil.
Selama masa dewasa, dunia sosial
dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan
yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam
beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan
oleh perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga,
lingkungan, dan pekerjaan.
Berkat perkembangan sosial, anak
dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan
perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan
tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang
membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap
dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung jawab.
2.3. Tingkah
laku sosial pada periode remaja
Masa remaja adalah saat mencoba melakukan peranan social yang baru yang
menuntut cara-cara bertingkah laku social tertentu. Dalam suasana mencoba
melaksanakan peranan social dan tingkah laku social yang baru ini, remaja dapat
saja mengalami berbagai rintangan dan kegagalan. Ada berbagai macam kekhususan
tingkah laku social remaja yang penting untuk dipahami, yaitu :
1. Ketertarikan
terhadap lawan jenis. Hal ini merupakan suatu perubahan hubungn social
yang menonjol pada periode remaja. Ketertarikan terhadap lawan jenis dapat
dilihat dari kegembiraan dalam kelompok anggota yang yang kelompok anggotanya
heterogan, yaitu terdiri dari pria dan wanita yang sebelumnya remaja menyukai
berkelompok dengan anggota kelompok yang homogen, yaitu terdiri wanita sama
wanita pria sama pria. Adda beberapa criteria yang harus dimiliki remaja untuk
dapat menjadi popular diantaranya penampilan fisik yang menarik ( pria dengan
bentuk tubuh gagah dan wanita dengan wajah yang menawan dan tubuh yang
seimbang, sikap yang tenang namun periang, dan penuh perhatian) ( Hurlock,
1980).
2. Kemandirian
bertingkah laku social. Tingkah laku lainnya yang berkembang pada
priode remaja adalah tingkah laku social yang mandiri, artinya remaja memilih
dan menentukan sendiri dengan siapa dia akan berteman. Karena remaja berusaha
mandiri dalam bersosialisasi maka diharpkan remaja dapat mengambil keputusan
tingkah laku yang tepat dalam menghadapi orang-orang yang baru dalam situasi
yang baru, dan semua ini memerlukan proses belajar.
3. Kesenangan
berkelompok. Hidup berkelompok teman sebaya merupakan kebutuhan pada
masa remaja. (Hurlock, 1980).
a. Kelompok
temen dekat. Kelompok ini muncul pada masa remaja awal atau puber yang terdiri
dari dua atau tiga orang teman dekat dengan jenis kelain yang sama. Dalam
kelompok terjadi saling membantu pemecahan masalah, berbagai rasa aman namun
tidak jarang terjadi pertengkaran, tapi mereka akan rukun kembali.
b. Kelompok
kecil. Teman yang dipilih cenderung yang sama minat dan sama pandangan dalam
memahami permasalahan hidup.
c. Kelompok
besar. Kelompok ini terbentuk sejalan dengn peningkatan aktivitas remaja itu
seperti kegiatan rekreasi, acara-acara kesenian, olah raga, dll.
d. Kelompok
terorganisasi. Merupakan kelompok pemuda yang terorganisir oleh orang dewasa
untuk tujuan pembinaan terhadap remaja. Kegiatannya diarahkan kepada kegiatan
yang bermanfaat bagi perkembangan remaja itu sendiri maupun masyarakat.
e. Kelompok
Geng. Kelompok ini beranggotakan remaja yang ditolak atau tidak puas dalam
kelompok terorganisasi, lalu menggabungkan diri menjadi kelompok yang disebut
geng.
Fungsi teman sangat penting bagi remaja terutama sebagai tempat berbagi
rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan serta belajar cara-cara menghadapi
masalah yang banyak timbul karena tugas-tugas perkembangan yang harus mereka
kuasai. Pada masa remaja akhir teman lawan jenis sangat penting walaupun teman
sesama jenis tetap dibutuhkan. Teman yang dipilih cenderung yang sama pandangan
dan memahami permasalahan kehidupan.
2.4. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
1.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan
oleh keluarga. Faktor – faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan sosial
remaja:
1)
Keberfungsian Keluarga
Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah dijelaskan. ditandai oleh karakteristik: Saling memperhatikan dan mencintai, bersikap terbuka dan jujur, orangtua mau mendengar anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya, ada “Sharing” masalah atau pendapat diantara keluarga, mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya, saling menyesuaikan dirinya dan mengakomodasi, orang tua melindungi (mengayomi) anak, komunikasi antar anggota berlangsung dengan baik, keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai – nilai budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi – fungsi seperti diatas, keluarga tersebut berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak).
Adapun ciri – ciri keluarga yang mengalami disfungsi yaitu: Kematian salah satu atau kedua orangtua, kedua orangtua bercerai(Divorce), hubungan kedua orangtua tidak baik (por marriage), hubungan orangtua dengan anak tidak baik (por parent – child relationship), suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan (high tensiĆ³n and low warmth), orangtua sibuk dan jarang di rumah (parent’s absence), dan salah satu atau kedua orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).
Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah dijelaskan. ditandai oleh karakteristik: Saling memperhatikan dan mencintai, bersikap terbuka dan jujur, orangtua mau mendengar anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya, ada “Sharing” masalah atau pendapat diantara keluarga, mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya, saling menyesuaikan dirinya dan mengakomodasi, orang tua melindungi (mengayomi) anak, komunikasi antar anggota berlangsung dengan baik, keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai – nilai budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi – fungsi seperti diatas, keluarga tersebut berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak).
Adapun ciri – ciri keluarga yang mengalami disfungsi yaitu: Kematian salah satu atau kedua orangtua, kedua orangtua bercerai(Divorce), hubungan kedua orangtua tidak baik (por marriage), hubungan orangtua dengan anak tidak baik (por parent – child relationship), suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan (high tensiĆ³n and low warmth), orangtua sibuk dan jarang di rumah (parent’s absence), dan salah satu atau kedua orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).
2)
Pola Hubungan Keluarga
Peck (Loree, 1970: 144) telah meneliti hubungan antara karakteristik emocional dan pola perlakuan keluarga dengan elemen – elemen Struktur kepribadian remaja. yaitu sebagai berikut:
Peck (Loree, 1970: 144) telah meneliti hubungan antara karakteristik emocional dan pola perlakuan keluarga dengan elemen – elemen Struktur kepribadian remaja. yaitu sebagai berikut:
a.
Remaja yang memiliki “ego strenght” secara konsisten
berkaitan erat dengan pengalamannya dilingkungan keluarga yang saling
mempercayai dan menerima.
b.
Remaja yang memiliki “super ego strenght”, sangat
berkaitan erat dengan keteraturan dan konsistensi kehidupan keluarganya.
c.
Remaja yang “friendliness” dan “spontanetty”,
berhubungan erat dengan iklim keluarga yang demokratis.
d.
Remaja yang bersikap bermusuhan dan memiliki perasaan
gelisah atau cemas terhadap dorongan – dorongan dari dalam, berkaitan dengan
keluarga yang otoriter.
3)
Kelas Sosial dan Status Ekonomi
Pikunas (1976: 72) mengemukakan pendapat Becker, Deutsch, Kohn dan Sheldon, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengatur (mengelola/memperlakukan) anak, yaitu bahwa:
Pikunas (1976: 72) mengemukakan pendapat Becker, Deutsch, Kohn dan Sheldon, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengatur (mengelola/memperlakukan) anak, yaitu bahwa:
a.
Kelas Bawah (Lower Class) cenderung lebih keras dalam
“toilet training” dan lebih sering meggunakan hukuman fisik, dibandingkan
dengan kelas menengah.
b.
Kelas Menengah (Middle Class) cenderung lebih
memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orangtua.
c.
Kelas Atas (Upper Class) cenderung lebih memanfaatkan
waktu luangnyadengan kegiatan – kegiatan tertentu, lebih memiliki latar
belakang Pendidikan yang reputesinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan
apresiasi estetikanya.
2.
Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan resmi yang bertanggung jawab untuk
memberikan pendidikan untuk siapapun yang berhak. Oleh karena itu remaja banyak
menghabiskan waktunya di sekolah semenjak berumur empat tahun. Dengan demikian
sekolah mempengaruhi tingkah laku remaja khususnya tingkah laku sosialnya.
3.
Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan social,
mengembangkan minat yang sama dan saling membantu dalam mengatasi kesulitan
dalam rangka mencapai kemandirian. Teman sebaya dijadikan tempat memperoleh
sokongan dan kekuatan, guna melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang
tua. Begitu pentingnya peran teman sebaya bagi perkembangan social remaja, maka
apabila terjadi penolakan dari kelompok teman sebaya dapat menghambat kemajuan
dalam hubungn social. Penolakan social dapat menghancurkan kehidupan remaja
yang sedang mencari identitas diri. (Campbel, 1969)
4.
Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa
ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik
diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
5.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan
sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya
yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma
yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya
akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa
“menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud
“menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam
pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu
anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk
kelompok elit dengan normanya sendiri.
6.
Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.Sikap
saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi. Dari beberapa factor-faktor yang mempengaruhi
tingkah laku remaja diatas, tiga factor pertama merupakan factor penting yang
sangat mempengaruhi tingkah laku social remaja.
2.5. Pengaruh
Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang
lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil
pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang
tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan
kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya
menurut alam pikirannya.
Disamping
itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
a.
Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu
menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa
memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya
menyelesaikan persoalan.
b.
Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum
disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam
menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir
masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan
baik.
2.6. Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang,
baik secara individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek,
terdapat perbedaan individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam
perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan Teori komprehensif yang dikemukakan oleh Erickson yang
menyatakan bahwa manusia hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan
kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun
sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka
berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam. Remaja yang telah mulai
mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola yang
sesuai dengan kepribadiannya.
2.7. Implikasi
Perkembangan Sosial terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki
sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami
benar tentang norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat.
Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kuarang serasi, karena mereka
sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau
masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan
merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya
pengembangan hubungan social remaja yang diawali dari lingkungan keluarga,
sekolah serta lingkungan masyarakat.
a.
Lingkungan Keluarga
Orang tua
hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan
terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim
kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadp
pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan
psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara
demikian, remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai,
dan dihormati sebagai manusia oleh orang tua dan anggota
keluarga lainnya. Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman
(1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu :
a)
Pola asuh bina kasih (induction)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal
terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.
b)
Pola asuh unjuk kuasa (power assertion)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh
anak meskipun anak tidak dapat menerimanya.
c)
Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak
menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau
melaksanakan apa yang dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan
seperti sediakala.
Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya
pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989)
untuk diterpakan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap
keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap
perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa
disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian,
remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan
mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya.
b.
Lingkungan Sekolah
Di dalam mengembankan hubungan social remaja, guru juga harus mampu
mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya
agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak
jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat.
Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya,
selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada
peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa
yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja
akan dapat berkembang secara maksimal.
c.
Lingkungan Masyarakat
·
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan
untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
·
Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti
karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perkembangan
sosial dapat diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi
satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Pada awal manusia
dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai
kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu
mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya.
Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah
(tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Hubungan sosial mulai
dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana.
Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan
dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock,
Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan.
Jakarta : Erlangga
Sunarto
& Hartono. 2006. Perkembangan Peserta
Dikik. Jakarta: Rineka Cipta
Yusuf,
Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangann Peserta Didik. Jakarta : Rajawali
Pers.
Comments
Post a Comment